METRUM
Jelajah Komunitas

Satgas Jaga Lembur, Menata Kawasan Pangandaran Tanpa Konflik

UPAYA pembenahan di kawasan Pantai Pangandaran tak lepas dari peran Satgas Jaga Lembur yang terbilang pen­ting. Kelompok ini terdiri atas 100 warga setempat. Mereka bertugas memastikan situasi wisata yang tetap kondusif, baik bagi wisatawan maupun warga.

”Kami berusaha menjaga agar Pangandaran ini tetap tertib, agar wisatawan nyaman,” ujar Ketua Satgas Jaga Lembur Pa­ngandaran Nanang Sanudin, ditemui di Pangandaran, Kamis (11/10/2018).

Nanang mengungkapkan, organisasi ini berdiri pada 2016 silam. Anggotanya terdiri atas masyarakat setempat yang sebagian ­besar berprofesi sebagai nelayan. Mereka memiliki ciri khas berupa se­ragam ­hitam-hitam dengan iket di bagian kepala dan ­seragam lain berupa setelan pakaian adat pangsi warna putih.

Pada praktiknya, mereka bermitra de­ngan sejumlah personel dari instansi lain seperti TNI, Polri, dan Satpol PP. Cakupan kerja­nya beragam. Saat relokasi pedagang misalnya, Jaga Lembur ini ikut mengawal agar proses berjalan dengan baik. Begitu pula saat relokasi sudah berlangsung. Me­reka bertugas memastikan bahwa tidak ada pedagang liar yang kembali berjualan di bibir pantai.

Tidak hanya itu, mereka tidak jarang ber­peran melayani wisata­wan yang me­merlukan bantuan. ”Mulai dari menertib­kan pedagang, membantu kalau ada wisatawan yang kecelakaan, sampai mengurus wisatawan yang ketinggalan rombongan,” katanya.

Untuk membekali anggota Jaga Lembur, studi banding dilaku­kan ke Bali. Hal ini berkaitan dengan peran mereka yang serupa dengan pecalang di Bali. Hanya saja, latar belakang aturan yang diterapkan di lapang­an sedikit berbeda. ”Kalau di Bali pakai ­aturan adat, di kita lebih banyak pakai ­peraturan daerah,” katanya.

Peningkatan pendapatan

Peran Satgas Jaga Lembur ini terlihat nyata saat pro­ses penataan pedagang kaki lima. Penataan ini merupakan salah satu bagian dari tahap awal rangkaian penataan Pantai Pangandaran secara keseluruhan.

Setelah penataan dilakukan, jumlah kunjungan wisatawan ­bertambah. Pendapatan dari pintu masuk kawasan Pangandaran (toll gate) melonjak secara signifikan. Pada tahun 2016, penda­patan dari pintu masuk itu sekitar Rp 5,69 mi­liar. Tahun 2017, angkanya bertambah menjadi sekitar Rp 17 miliar. Tahun ini, kecenderungan penambahan masih tetap berlaku.

”Tahun 2018 sampai bulan sekarang, Oktober, pengunjung sudah 3,2 juta. Pendapatan toll gate dari target Rp 25 juta (sepanjang 2018) sekarang sudah Rp 19 miliar,” ucap Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata.

Secara umum, sektor pariwisata juga menjadi penyumbang terbesar bagi pendapatan asli daerah Kabupaten Pangandaran. Saat awal pemekaran, pendapatan asli daerah sekitar Rp 22 miliar. Saat ini, angkanya mencapai Rp 144 miliar. ”Pariwisata memberi­kan kontribusi besar, bisa sampai 50 persen. Potensinya terbukti ­sangat besar,” kata Jeje.(Sumber: Pikiran Rakyat, 15/10/2018)***

komentar

Tinggalkan Balasan